Senyummu
Hari Sabtu yang cerah,
tepatnya hari ulang tahun salah seorang sahabat
Karin, yaitu Rian. Hari itu Karin berniat
untuk mengucapkan selamat
ulang tahun kepada
Rian. Dan, Karin pun mengucapkan
selamat ulang tahun itu melalui
via sms.
Berlama-lama Karin menunggu
balasan dari Rian untuknya, karena
ia tidak sabar akhirnya ia pun menelepon
Rian. Tuttt tuttt tuttt
beberapa kali suara itu terdengar
di telinga Karin,
setelah beberapa lama kemudian “Hallo”, terdengar
suara lembut dari seorang wanita
yang mengangkat telepon
itu.
“Bisa bicara dengan
Rian? Ini saya Karin”, ucap Karin
“Oh Karin. Tunggu
sebentar ya“ Ternyata
itu adalah suara
dari ibunda Rian, “Karin maaf, Riannya tidak mau bicara.
Katanya dia malu, Rian sedang
sakit”.
“Oh gitu ya tante, makasih
deh. Semoga Rian cepat sembuh
ya”,
“Iya Karin, terimakasih”.
Hanya keheningan di ruang tengah
rumahnya yang bisa dirasakan Karin saat mendengar
kabar itu. Memang
benar Karin dan Rian sudah berteman lama sejak mereka
duduk dibangku Sekolah
Dasar. Tiba-tiba handphone Karin
pun bergetar tanda sms masuk.
Yang Karin harapkan
hanyalah balasan sms dari Rian, namun itu adalah sebuah
sms dari Mimi, yaitu teman baik Karin.
Ka, Aji kecelakaan motor . Kakinya
patah, sekarang di rawat di rumah sakit.
Begitu Karin membaca sms itu, dia tidak tahu harus berbuat
apa. Karin tak menyangka apa yang dia alami pada hari itu. Aji adalah
sahabat karib Karin,
mungkin Karin telah menganggap Aji sebagai kakak sendiri, padahal
umurnya pun lebih muda Aji. Meskipun hanya berbeda beberapa
bulan saja Karin
tetap menganggap Aji adalah kakaknya.
Aji selalu menjaga
Karin, entah apa yang dia maksud. Tapi disetiap kondisi
apapun Aji selalu
memperhatikan Karin. Sewaktu
masih duduk di Sekolah Dasar mereka berdua
memang sekelas, ditempat
les pun mereka
bersama, orang tua mereka pun kenal akrab.
Ya jadi mereka
berdua memang seperti
saudara saja.
Setelah mendengar kabar itu Karin langsung memberi
tahu ibunya dengan
tergesa-gesa. Akhirnya, Karin membuat rencana
dengan teman-temannya untuk menjenguk Aji pada keesokan
harinya. Karin sangat
senang karena akan menjenguk salah satu sahabatnya
itu. Namun, saat pikirannya kosong
Karin bingung, saat dia telah melihat kondisi
Aji apa yang akan dia sampaikan kepada
Aji, apakah dia harus memarahi
Aji kah agar tidak mengebdarai motor dengan ceroboh?
Ataukah ia harus berdiam diri? Itulah yang membuat Karin bimbang. Entah perasaan apa yang sedang
ia rasakan.
Karena hatinya sedang bergemuruh, Karin pun mencoba
mengirimkan sms kepada
Aji yang sangat
singkat, Ji,
Dua suku kata yang memberikan harapan
kepada Karin bahwa Aji telah siuman. Namun,
sudah lama ia menatap handphonenya itu tetapi tidak ada satu pesan pun yang masuk.
Dengan perasaan tidak begitu yakin dan hanya bisa berharap
bahwa semuanya akan baik-baik saja, Karin pun pergi untuk tidur.
***
Esok pun tiba, segera Karin bersiap untuk menjenguk Aji. Dengan semangat
dan bingung berfikir
bagaimana keadaan Aji sekarang, Karin bersiap. Lalu Karin pergi ke tempat
yang biasa ia datangi ketika
berkumpul dengan teman-teman
Sekolah Dasarnya. Taman kompleks yang penuh bunga,
dan banyak juga pedangang disana.
Tempat yang memang
sederhana, namun begitu
banyak meninggalkan kesan yang teramat
dalam. Tempat dimana
semua kebahagiaan dan semua kesedisan
dapat berpadu menjadi
satu. Akhirnya Karin sampai di tempat itu. Disana, teman-temannya sudah berkumpul.
“Ka, katanya
Aji udah pulang
ke rumahnya”, ucap Mimi. Begitu
Karin mendengar itu, sungguh kata syukur yang dia bisa ucapkan. Dan dia pun telah bisa mengambil kesimpulan
bahwa keadaan Aji sudah membaik.
Tanpa banyak bincang-bincang lagi Karin dan teman-temannya pergi ke rumah Aji.
Rumah sederhana yang harmonis dan terkesan seperti
rumah di dongeng-dongeng, dengan
halaman yang tidak terlalu luas tapi banyak
ditanami pohon dan berbagai macam bunga, itulah
yang menjadi seseorang
nyaman berada di rumah Aji. Ruangan depan yang luas, berpadu dengan
sebuah TV, foto-foto
yang menggatung di dinding maupun
yang berdiri tegap di atas meja, dan sebuah
kasur yang terbaring
di lantai tempat
Aji berbaring dengan
kondisi yang menurut
Karin cukup sadis.
Di ruangan itu, Karin dan teman-temannya berkumpul
bersama Aji yang masih terbaring
lemas. Namun, ada satu sisi yang membuat
Karin terkesan kepada
sahabatnya itu, meskipun
Aji mengalami kondisi
seperti itu tetapi
Aji masih bisa tertawa seperti
tidak merasakan sakit akan patah tulang yang ia derita.
Dia orang yang tegar. Meskipun
kaki kiri nya dibalut oleh perban Aji tetap seperti
biasa, seperti tidak terjadi apa-apa.
Tidak ada keluhan
yang ia sampaikan
kepada Karin ataupun
teman-temannya. Karin sangat
terkesan akan hal itu. Saat pertama kali Karin datang
menghampiri Aji, dengan
memaksa Aji bangun ungtuk duduk dan memeluk
Karin.
“Gue kangen sama lo Ka”,
bisik Aji dengan suara pelan dan
lembut. Daggg jantung Karin sedikit merasakan sentakan karena
kalimat Aji itu.
“Iyaaa gue tau. Ji, sakit ga sih?”
ucap Karin penasaran,
sekaligus mengalihkan pembicaraan,
“Engga tuh, biasa aja. Kan ada kamu, hehehe”
“Ngegombal aja lu, pentingin tuh kondisi lo dulu”
“So pahlawan banget
sih pake nasehati
gue segala”
“Yaaaaaa, gue mau jadi pahlawan
lo selama elo sakit. Hahaha”
“Okelaaaaa gapapa,
toh gue ga rugi ko”
“Ihhhhh salah ngomong
lagi kan. Yaudah
cepet sembuh, biar gue bisa pensiun”
“Aminn, udah itu gue aja ya yang jadi pahlawan
elo?”
“Hahahahaha
kacauu. Yaa boleh deh”
Alangkah terharunya
Karin melihat wajah Aji yang terlihat tanpa beban itu. Kalau
Karin adalah seorang peri dia ingin memindahkan rasa sakit yang Aji derita di
kakinya kepada dirinya sendiri saat itu juga. Karena mungkin dengan kaki
seperti itu Aji akan meminimalisasi kegiatannya sebagai pemain basket setelah
ia sembuh, itulah yang Karin tolak. Krena itu Karin berharap,
dirinya akan selalu
bisa menyenangkan hati Aji.
Setelah beberapa lama berbincang di rumah Aji, Karin dan teman-temannya pulang.
Berat hati Karin pergi melangkah
dari rumah itu. Senyuman dari Aji untuknya
adalah sebuah jawaban
untuk Karin bahwa Aji akan bai-baik saja.
Salam pamit dari teman-temannya kepada
ibunda Aji merupakan
tanda teman-temannya sudah pergi pulang
khususnya Karin. Karin sudah tidak ada disini. “Semoga gue cepet sembuh.
Gue pingin ngajak
lo ke sebuah
tempat untuk ngebales
apa yang udah lo lakuin
ke gue selama
ini, Karin” bisik Aji dengan
nada rendah, anggaplah
itu sebuah janjinya
kepada Karin.
***
Karinnnn? Lo dimana? Mana ya pahlawan
gue? Sebuah pesan singkat yang diterima Karin dari Aji pada keesokan
harinya. Hanya senyum
geli yang terpancar
pada muka Karin saat membaca
pesan itu. Apaaaaaaa? Dasar manja, ga usah so jadi anak kecil deh! Balas Karin untuk pesan singkat yang dikirimkan Aji padanya. Seharian
Karin dan Aji balas-membalas pesan singkat. Dan pada malam hari itu semua ditutup
atas permintaan Karin karena matanya
sudah mulai mengantuk.
Jiiii, ngantuk
nihhhh. Udah dongggg,
gue capeeee nihhhh,
cape perut sama cape tangannnn
pinta Karin kepada
Aji. Yaudah, kamu istirahat
sana, besok sekolah
kan? Gua mah kaga sihh, hehe. Dadah Kaka mimpi in gua yaaa, hehe. Begitu membaca
pesan singkat dari Aji itu, Karin tersenyum
kecil dan beranjak pergi tidur.
Bel
istirahat berbunyi, lima pesan singkat
masuk di handphone Karin
dan semuanya dari Aji dan isinya pun sama menanyakan
tentang keadaan Karin.
Apaaaa sih Ji? Gue baru istirahat.
Gue baik-baik aja Ji. Beberapa
lama kemudian setelah
Karin mengirimkan pesan itu kepada
Aji, Karin menerima
balasan. Ia langsung
ternganga begitu membaca
pesan dari Aji. Oh maaf deh, tapi tau ga? Sama dokter kaki gue dibungkus
pake pipa dongg!
Wah ga pengalaman
banget dokternya, emang kaki gue air apa? Itulah balasan
dari Aji kepada
Karin, dengan kata-kata
konyol Aji yang memang khas punya Aji membuat Karin tertawa sendiri.
Lo
yang bodo itu mah, itu bukan pipa. Itu tuh dipasang ke kaki lo biar tulangnya
ga ngegeser-geser lagi Ji. Yang buat air mah bukan pipa tapi paralon. Hahahaha,
anak SMA masih kaya gini. Begitu bel masuk berbunyi
mereka berdua berhenti
berkomunikasi.
Akhinya Karin tiba di rumah.
Dan terkejut mendapat
pesan dari Aji Kakaaaa,
udah punya seseorang
belummm? Apa maksud
Aji mengirimkan sebuah
pesan seperti itu? Karin tidak membalas pesan yang dikirimkan
Aji kepadanya. Tiba-tiba
datang sebuah pesan baru Kakaaa, gue sayang sama lo. Gue mau jadi pacar elo. Lo mau? Jantung Karin seakan mendapatkan
pedal ganda yang dilekatkan permanen. Jantungnya tidak bisa berhenti berpacu
dengan pedal ganda itu setelah Karin membaca pesan singkat dari Aji. Ia tak percaya
bahwa Aji akan mengirimkan pesan seperti itu. Sesungguhnya Karin memiliki rasa khusus kepada
Aji, ia ingin bersama. Tapi Karin berfikir,
apakah ia sanggup
jika berbeda sekolah.
Tapi, jika itu memang cinta mereka pasti bisa karena
cinta yang membuat
semuanya begitu. Akhirnya
mereka berdua menjalin
hubungan.
***
Setahun berlalu, hubungan
mereka tidak seperti
biasanya. Terasa ada yang mengganjal
dibenak Aji tanpa mengerti dan paham apa yang sebenarnya
terjadi. Begitu pun Karin, ia merasakan jenuh.
Ia tak tau harus berbuat
apa, Karin tidak tahan kepada
sikap Aji yang posesif. Ada niat untuk mengakhiri hubungan
itu, namun Karin tidak tega. Dan ia hanya memilih
menunggu Aji saja yang mengakhiri
hubungan ini terlebih
dahulu.
Sebenarnya mereka berpacaran
tanpa ada orang yang tahu, entah mengapa
Aji yang meminta
itu kepada Karin saat pertama
jadian. Tapi lama kelamaan, teman dekat Karin yaitu Mimi mengetahui hal tersebut. Tapi sayangnya setelah
teman-teman Karin dan Aji mengetahui
tentang hubungan spesial
yang dimiliki Karin dan Aji, mereka berdua
lost contact.
Dan tibalah saatnya,
Aji mengakhiri hubungan
tersebut dengan alasan
dia lebih nyaman
menjadi sahabat Karin.
Ya memang Karin menunggu akan hal itu. Tapi, mengapa
saat Karin bisa memahami dan lebih menyayangi
Aji, Aji malah pergi? Dan akhirnya mereka
berdua berstatus seperti
dulu lagi. Yaitu sahabat.
Setelah kejadian itu mereka berdua
tidak saling berkomunikasi, malah sepertinya Aji membenci Karin.
Sampai saatnya Karin mengirimkan pesan singkat kepada
Aji, Ji, kamu kenapa
sihh? Gue pingin
kaya dulu lagi, apa salah gue? Namun
pesan itu tidak dibalas oleh
Aji.
Sudah dua tahun lamanya
mereka seperti itu, seperti orang yang belum saling kenal.
Karena Karin tidak tahan kondisi
itu akhirnya dia pergi ke rumah Aji untuk memiinta
penjelasan kepadanya. Namun ketika Karin tiba di depan rumah Aji yang dia lihat hanyalah rumah bertingkat dua dengan nuansa
sepi tanpa hiasan bunga-bunga seperti dulu, bercat
ungu muda, dan sepertinya baru saja dibangun.
Karena Karin sudah negative
thinking duluan akhirnya
ia berniat untuk menanyakan kepenasaranannya itu kepada warga yang ada disekitar kompleks
rumah itu. Syukurnya
Karin bertemu dengan
teman SDnya yaitu Yuki. Setelah
lama berbincang dengan
Yuki akhirnya Karin bertanya.
“Yu, rumah Aji ko gini sih?” Tanya Karin.
“Oh itu, soalnya
Aji pindah rumah.
Tapi gue kurang
tau dia pindah
kemana Ka”
“Gitu yaaa, ko dia ga bilang-bilang ke gue sih?”
“Yaaa itu mah gue juga gatau Ka, kenapa sih? Ko lo pengen banget
ketemu sama dia? Padahal waktu SD kalian
paling jago kalo berantem”
“Ahhh, itu ma gampang tar aja kalo gue udah damai sama dia, yaudah
deh makasih infonya.
Dadahhhh”, sambil berlari
Karin berkata seperti
itu.
“Ihhh tu anak ga rubah-rubah”, kata Yuki dengan
ketus.
***
Setelah apa yang Karin ketahui,
dia semakin bingung
dengan kedaan yang sekarang. Ketika Karin masih asik dengan lamunannya ibunya
meminta Karin menemani
pergi ke sebuah
supermarket.
Sesampainya disana, Karin terkejut dengan
perkataan ibunya,
“Kaka, itu temen mu yang tadi barusan
lewat. Kalo ibu ga lupa namanya Aji kan?”
“Manaaaa?”, sambil melihat
kearah kiri dan kanan, dan di arah kanan memang
benar ada Aji sedang memilih-milih
makanan. Namun saat Karin ingin mengejarnya, Aji malah pergi menjauh. Tanpa basa basi lagi Karin langsung mengejar
Aji, ya pastinya
Karin memberitahu ibunya terlebih dahulu.
“Ajiiiii!“, teriakan Karin tanpa rasa malu itu membuat laki-laki
yang dia maksud
mengalihkan perhatiannya kepada
Karin. Namun saat Aji tau yang memanggil
adalah Karin dengan
suara streo khas Karin, Aji langsung pergi.
Hal itu membuat
Karin makin bertanya-tanya ada apa sebenarnya,
namun Karin tidak mengejar Aji lagi, dia lebih memilih
mencari ibunya.
***
Sesampainya di rumah, Karin masih terpikir
hal tersebut. Namun,
sungguh dia sangat
bahagia bisa melihat
Aji secara langsung.
Banyak perubahan yang terjadi kepada
Aji, dia lebih tinggi dan pipinya sedikit
berisi, dan tetap saja kakinya
masih dibalut dengan
perban atau semacamnya
yang berwarna coklat.
Dengan atasan jaket warna abu-abu
yang lumayan kebesaran,
dan bawahan blue jeans pendek. Dengan penampilan
seperti itu Aji sangat terlihat
dewasa. Tapi, Karin bingung. Kenapa
kaki Aji masih dibalut perban?
Padahal kecelakaan itu udah lebih dari dua tahun
yang lalu.
Malam
harinya
Karin memerima pesan singkat dari Mimi
yang
mengatakan bahwa Aji mengalami cedera
yang cukup fatal karena terkilir
saat bermain basket
pada luka bekas kecelakaan yang dia alami dulu
dan Aji
dirawat di rumah sakit. Mendengar
berita itu, Karin jadi bingung
sebenarnya apa yang sedang Aji lakukan tadi sore? Karin hanya berharap
semuanya akan baik-baik
saja seperti dulu.
Tak lama kemudian datang
pesan singkat yang lainnya, tapi dari nomor yang tidak dikenal. Ini Karin?
Kaka ini mamahnya
Aji, bisa tidak Kaka meluangkan
sedikit waktu untuk menjenguk Aji besok? Tante tunggu kehadirannya.
Terimakasih. Karin semakin
bingung dengan keadaan
ini. Dan lagi-lagi
dia hanya bisa berharap semua akan baik-baik
saja seperti hari kemarin.
***
Keesokan harinya
Karin datang ke rumah sakit tempat Aji diopname bersama
Rian. Karin sengaja
mengajak Rian supanya
dia bisa nebeng di
motornya Rian. Sesampainya
di depan kamar tempat Aji diopname, kedatangan
mereka berdua disambut
baik oleh kedua orang tua Aji,
namun
sepertinya kondisi ibunda
Aji tidak begitu
baik. Pertama kali Karin melihat
ibunda Aji menangis.
Setelah bersalaman mereka
berdua diminta masuk ke dalam kamar inap Aji. Dan apa yang Karin lihat?
Aji yang diinfus,
dan kakinya memakai
penyangga. Sepertinya lukanya
memang fatal, karena
saat Karin mandekati
Aji, dia melihat
pipi Aji yang basah, seperti
bekas menangis. Karin semakin tidak tega melihat
kondisi temannya itu. Ketika itu Aji memang
sadar, dan dia sedang berbicang
dengan Rian dengan
intonasi terpatah-patah. Beberapa
detik kemudian, semua sunyi, hanya terdengar detikan
jarum jam dinding yang berada di ruangan itu. Lalu, Karin berusaha
untuk meramaikan suasana,
dia mencoba berkomunikasi
kepada Aji.
Perlahan Karin di kursi samping
kasur tempat Aji berbaring. “Lo jangan
marah ke gue lagi, gue benci kaya gini terus Ji. Kalo lo udah sembuh, apapun
yang lo minta ke gue bakal gue turutin. Tapi lo janji,
lo harus sembuh,
bener deh gue ga akan nyusahin lo. Gue bakal beliin lo lapangan basket
yang empuk, biar kalo lo jatuh lo ga akan sampe kaya gini lagi”,
ungkap Karin secara
terbata-bata kepada Aji, dan Rian yang melihat
itu semua hanya bisa menundukan
kepala.
“Maaf”. Krikk krikk krikk, Hanya
satu kata yang Aji sampaikan
kepada Karin setelah
Karin berbicara panjang
lebar. Yaaa, ga apa-apa sih menurut
Karin, toh dari waktu itu juga Aji emang udah jutek. Karena
itu Karin keluar
dari ruangan. Saat Karin sudah pasti jauh dari ruangan
Aji kembali berbincang
lagi dengan Rian, namun tampaknya
mereka sangat serius.
Tapi, ga serius
juga sih buktinya Rian masih ketawa
geje saat
berbincang dengan Aji.
Beberapa lama kemudian
Karin kembali lagi ke ruangan,
bukan untuk berbincang
dengan Aji melainkan
mengajak Rian untuk pulang. Akhinya
mereka pamit, saat mereka berada
di pintu Aji berteriak dengan
kesan memaksa “Ji inget kata-kata gue ya!”. Mereka
pun pulang. Namun saat di tempat parkir
motor, handphone Karin berbunyi
tanda ada telepon
masuk. Diangkat lah telepon itu, dan terdengar
suara wanita “Kaka, cepat kembali lagi ke rumah sakit, kondisi
Aji menurun drastis,
dia tak sadarkan
diri ”, “Iya tante,
Kaka akan kesana
lagi”. Dengan gegabah
Karin langsung berlari dan membanting helm yang sedang ia
pegang tanpa meperdulikan
Rian yang mengejar
Karin.
Sesampainya disana, Karin sangat bersyukur
karena Aji masih bisa sadar kembali. Tanpa berfikir panjang,
Karin langsung menghampiri
Aji, dan yang Karin lihat hanyalah senyuman
Aji yang sangat
Karin rindukan. Senyuman tulus
tanpa beban. Setelah itu, Aji menutup
matanya. Dengan spontan
Karin berteriak, hingga
semua orang yang ada di luar termasuk
dokter masuk ke dalam kamar inap. Dokter
langsung memeriksa kondisi
Aji, dan ternyata
Aji sudah tiada.
Air mata Karin tumpah, dan menetes di tangan kanan Aji. Rian yang baru datang seakan-akan
dia tahu bahwa hal ini pasti terjadi,
tiba-tiba memeluk Karin yang sedang
menangis. “Tenang Kaka, lo harus kuat. Masih ada gue disini,
gue akan ngejaga
lo. Hidup lo masih panjang,
Aji pasti akan ada selalu
di hati lo. Buat dia bangga sama senyuman lo. Dia udah janji ke gue, meskipun
dia udah ga ada pasti dia akan selalu ngejaga
lo. Jangan khawatir,
jangan nangis. Aji benci kalo lo ngelakuin
hal itu. Maafin
semua apa yang udah Aji lakuin ke elo, dia udah nyesel.
Dia pengen banget
bisa ngebahagiain elo, tapi bukan ini yang dia maksud.
Ini semua bukan kita yang mau, tapi udah kehendak
yang di-Atas”. Saat itu, pelukan
yang Karin rasakan
sama dengan pelukan
dari Aji dulu saat Aji masih bisa
tertawa da mengatakan bahwa ia rindu kepada Karin, tanpa sadar Karin menatap wajah orang yang memeluknya itu dan dugaan
Karin benar, senyum
Aji yang dia lihat. Namun semua itu hilang ketika
Karin mulai sadar yang memeluknya
itu Rian. Bukan Aji. Tapi disisi lain Karin tetap percaya, bahwa yang memeluknya
pertamakali adalah Aji.
Sebulan setelah kejadian
itu, Rian berkunjung
ke rumah Karin.
“Ka, sebenernya, apa yang gue ucapin waktu kemarin adalah
perkataan Aji buat lo, dia ga sanggup
ngucapin itu ke elo. Karena
dia ga mau nangis di depan lo”
ucap Rian.
“Ga apa-apa nangis
juga” ucap Karin datar, seperti yang tidak mau mengingat hari buruk
itu.
“Bukan masalah itunya
Ka, beliau takut kalo lo ikutan nangis
juga. Itu semua beliau pesanin
ke gue pas di rumah sakit”
“Tapi perasaan, menurut
pendengaran gue ya, kalian berdua
ngobrol sambil ketawa?”
“Yaaaa, itu tuh ketawa waktu gue meragaiin
apa yang Aji pesenin, yaitu apa yang gue ucapin
ke elo kemarin”
“Ohhhh”, dengan senyuman
tipis yang Karin buat pada bibirnya. “Yaudah, mulai sekarang lo jangan sedih lagi, ada Aji dan gue yang akan nemenin
lo. Oh ya satu lagi, besok lo harus ikut gue ke Bogor, waktu beliau masih ada, Aji minta gue bawa lo kesana. Disana
kita datangin rumah Aji, yang katanya sejuk itu. Tenang
aja, nyokapnya Aji udah stand by disana
ko” hibur Aji.
“Okaaaay, gue janji bakal nurutin
apa yang Aji minta”, jawab Karin.
tamat.
No comments:
Post a Comment