Friday, May 3, 2013

HARI TERLARANG - Cerpen


Hari terlarang
Kringgg kringgg kringgg bel sekolah berbunyi, tanda masuk sekolah. Raisa yang memang langganan kesiangan, karena itu ia masih santai-santai berjalan mendekati gerbang sekolah diantar oleh kakaknya.
            “Udah masuk ya Sa?” tanya Isar, kakak Raisa
            “Iyaaaa, pokokknya ade gak mau tau! Kakak harus ngasih alasan ke guru yang ada di kelas ade. Biar ade bisa belajar” sambil melangkah menuju kelasnya.
            “Yaaaaaaaaa. Kasian banget ya, baru juga minggu kemarin MOS, udah dapet point gara-gara kesiangan”           
Sesampainya di kelas Raisa, Isar memberikan penjelasan secara detail kepada guru yang sedang mengajar di kelas Raisa. Syukurnya Raisa tidak mendapatkan point tambahan dari guru tersebut.
            Itulah kegiatan Raisa selama pagi hari. Bangun pukul 05.00 dan pergi ke sekolah pukul 06.30 diantar oleh kakaknya. Emang sih Raisa kesiangan gara-gara diantar oleh kakanya. Tapi mau gimana lagi? rumah Raisa sangat jauh dari sekolahnya. Jadi gak ada ojek gratis lagi selain kakaknya−meskipun harus selalu telat kalau datang ke sekolah. Tapi walaupun Isar adalah penyebab utama Raisa kesiangan, Isar adalah sosok kakak yang sangat perhatian. Isar selalu membantu PR Raisa, menjadi koki dadaka di rumah jika orang-orang di rumah sedang sibuk. Baik deh pokokknya. Raisa sendiri adalah remaja perempuan yang cinta banget sama musik. Raisa bisa memainkan berbagai macam alat musik. Yang luar biasanya lagi Raisa belajar sendiri alat musik itu. Wajar aja sih karena ibu dan bapaknya juga cinta sama musik. Dibalik semua itu ada juga yang Raisa benci. Perpisahan. Satu kata yang sangat dibenci oleh Raisa. Ia sangat tidak menginginkan hal itu.
Saat pulang sekolah, Raisa kaget melihat kakanya yang sedang mengemasi barang-barang yang ada di kamarnya. Hal yang memang tidak biasa Isar kerjakan, karena menurut Raisa kakakya itu paling tidak bisa jika disuruh beres-beres. Ternyata Isar harus pergi kuliah ke Australia besok pagi, dan menetap di Australi selama 3 tahun. Tanpa memberi tahu Raisa dari jauh-jauh hari.
Sejak Raisa pulang sekolah sampai pukul 23.00, ia dan kakak laki-lakinya itu menghabiskan waktu bersama. Apapun yang mereka lakukan pada hari itu  akan menjadi kenangan yang akan Raisa ingat. Ibunda mereka tidak marah ketika mengetahui anak-anaknya terjaga kurang lebih 12 jam. Karena kapan lagi kedua anaknya itu dapat seperti itu. Tiga tahun yag akan datang Raisa sudah lulus SMA, dan akan melanjutkan kuliah ke luar negeri. Dan mungkin Isar sudah sibuk dengan pelamaran kerja atau mungkin Isar sudah kerja.
***
            Pagi-pagi sekali Raisa bersiap untuk mengantar kakaknya ke bandara, sebenarnya Raisa tidak mau melihat kakaknya pada pagi hari itu, tapi karena ini adalah pertemuan terakhir Raisa dengan kakaknya yang akan pergi kuliah selama 3 tahun, terpaksa Raisa ikut. Di bandara Isar memberikan jam tangannya kepada adiknya.
            Setibanya di sekolah.
            “Sa, simpen ini yaaa. Jangan kangen deh. Terus jangan cengeng yaa adikku sayang. Jam tangan ini berputar gak akan kerasa kok. Tau-tau kakak lo ini udah ada di Indonesia lagi dan bisa main sama adiknya lagi” ucap Isar di bandara. Raisa hanya bisa menerima jam tangan tersebut tanpa berkata apapun. Setelah pesawat meningkalkan lintasan, Raisa pergi ke sekolah dengan mata yang masih bengkak.
            “Baru aja perpisahan di SMP, masa Kak Isar udah ninggalin aku ke Australi?” ucap Raisa kepada teman sebangkunya.
            “Sa, setiap pertemuan itu pasti ada perpisahan. Tenang aja, raga kamu sama kakak kamu emang pisah, tapi jiwa kamu dan kakak kamu gak akan pisah Saaa. Percaya deh sama Riri” kata Riri dengan suara lembut yang membuat hati Raisa tenang.
            Pada saat itu Raisa baru menyadari bahwa sebenarnya perpisahan itu bukan ajang untuk menangisi keadaan, melainkan ajang untuk melatih kedekatan batin. Menurut Raisa perpisahan itu hari yang sangat terlarang tapi tetap saja meninggalkan kesan yang sangat dalam. Ya, terlarang tapi tetap berkesan.
*** TAMAT ***
By           : Dita Puspitasari
                  @ditaeyang

No comments:

Post a Comment