Hari terlarang
Kringgg kringgg kringgg
bel sekolah berbunyi, tanda masuk sekolah. Raisa yang memang langganan kesiangan,
karena itu ia masih santai-santai berjalan mendekati gerbang sekolah diantar oleh
kakaknya.
“Udah masuk ya Sa?” tanya Isar, kakak
Raisa
“Iyaaaa, pokokknya ade gak mau tau! Kakak
harus ngasih alasan ke guru yang ada di kelas ade. Biar ade bisa belajar”
sambil melangkah menuju kelasnya.
“Yaaaaaaaaa. Kasian banget ya, baru juga
minggu kemarin MOS, udah dapet point gara-gara
kesiangan”
Sesampainya
di kelas Raisa, Isar memberikan penjelasan secara detail kepada guru yang sedang mengajar di kelas Raisa. Syukurnya Raisa
tidak mendapatkan point tambahan dari
guru tersebut.
Itulah kegiatan Raisa selama pagi hari.
Bangun pukul 05.00 dan pergi ke sekolah pukul 06.30 diantar oleh kakaknya. Emang
sih Raisa kesiangan gara-gara diantar
oleh kakanya. Tapi mau gimana lagi? rumah Raisa sangat jauh dari sekolahnya. Jadi
gak ada ojek gratis lagi selain kakaknya−meskipun harus selalu telat kalau datang
ke sekolah. Tapi walaupun Isar adalah penyebab utama Raisa kesiangan, Isar adalah
sosok kakak yang sangat perhatian. Isar selalu membantu PR Raisa, menjadi koki
dadaka di rumah jika orang-orang di rumah sedang sibuk. Baik deh pokokknya. Raisa sendiri adalah remaja
perempuan yang cinta banget sama musik. Raisa bisa memainkan berbagai macam alat
musik. Yang luar biasanya lagi Raisa belajar sendiri alat musik itu. Wajar aja sih karena ibu dan bapaknya juga cinta sama
musik. Dibalik semua itu ada juga yang Raisa benci. Perpisahan. Satu kata yang sangat
dibenci oleh Raisa. Ia sangat tidak menginginkan hal itu.
Saat
pulang sekolah, Raisa kaget melihat kakanya yang sedang mengemasi barang-barang
yang ada di kamarnya. Hal yang memang tidak biasa Isar kerjakan, karena menurut
Raisa kakakya itu paling tidak bisa jika disuruh beres-beres. Ternyata Isar harus
pergi kuliah ke Australia besok pagi, dan menetap di Australi selama 3 tahun.
Tanpa memberi tahu Raisa dari jauh-jauh hari.
Sejak
Raisa pulang sekolah sampai pukul 23.00, ia dan kakak laki-lakinya itu menghabiskan
waktu bersama. Apapun yang mereka lakukan pada hari itu akan menjadi kenangan yang akan Raisa ingat. Ibunda
mereka tidak marah ketika mengetahui anak-anaknya terjaga kurang lebih 12 jam. Karena
kapan lagi kedua anaknya itu dapat seperti itu. Tiga tahun yag akan datang Raisa
sudah lulus SMA, dan akan melanjutkan kuliah ke luar negeri. Dan mungkin Isar sudah
sibuk dengan pelamaran kerja atau mungkin Isar sudah kerja.
***
Pagi-pagi sekali Raisa bersiap untuk
mengantar kakaknya ke bandara, sebenarnya Raisa tidak mau melihat kakaknya pada
pagi hari itu, tapi karena ini adalah pertemuan terakhir Raisa dengan kakaknya yang
akan pergi kuliah selama 3 tahun, terpaksa Raisa ikut. Di bandara Isar memberikan
jam tangannya kepada adiknya.
Setibanya di sekolah.
“Sa, simpen ini yaaa. Jangan kangen deh. Terus jangan cengeng yaa adikku sayang.
Jam tangan ini berputar gak akan kerasa kok. Tau-tau kakak lo ini udah ada di Indonesia
lagi dan bisa main sama adiknya lagi” ucap Isar di bandara. Raisa hanya bisa menerima
jam tangan tersebut tanpa berkata apapun. Setelah pesawat meningkalkan lintasan,
Raisa pergi ke sekolah dengan mata yang masih bengkak.
“Baru aja perpisahan di SMP, masa Kak
Isar udah ninggalin aku ke Australi?” ucap Raisa kepada teman sebangkunya.
“Sa, setiap pertemuan itu pasti ada perpisahan.
Tenang aja, raga kamu sama kakak kamu emang pisah, tapi jiwa kamu dan kakak
kamu gak akan pisah Saaa. Percaya deh sama
Riri” kata Riri dengan suara lembut yang membuat hati Raisa tenang.
Pada saat itu Raisa baru menyadari bahwa
sebenarnya perpisahan itu bukan ajang untuk menangisi keadaan, melainkan ajang untuk
melatih kedekatan batin. Menurut Raisa perpisahan itu hari yang sangat terlarang
tapi tetap saja meninggalkan kesan yang sangat dalam. Ya, terlarang tapi tetap
berkesan.
***
TAMAT ***
By : Dita Puspitasari
@ditaeyang
No comments:
Post a Comment