Bermula dari
Lapangan
Dini hari
Farah sudah terbangun.
Remaja manis berkulit
putih, bermata bulat,
berambut pirang pendek,
dan tinggi itu
segera menyiapkan segala
hal untuk pertandingan
basket siang hari
nanti. Segala sesuatu
ia siapkan, mulai
dari ujung rambut
sampai ujung kaki
ia persiapkan secara
matang agar ia
bisa menang pada
pertandingannya. Hari ini
masih semi final,
dua langkah lagi
untuk menjadi sang
juara. Farah ingin
mengangkat prestasi sekolahnya,
sekaligus hadiah terakhir.
Karena, sekarang Farah
duduk di kelas
sembilan SMP.
Pritttttt, peluit
berbunyi. Tanda pertandingan
baru saja dimulai.
Lima belas detik
setelah peluit dibunyikan
terdengar suara meriah tepuk
tangan para penonton.
Tembakan Farah tepat.
Three point sudah ada
ditangannya. Hingga detik
terakhir pertandingan, regu
yang terdiri dari
Farah dan remaja
putri lainnya berhasil
memenangkan babak semi
final ini. Namun
sayang, kaki Farah
cedera. Ia sempat
terjatuh saat akan
melakukan slam dunk, bersyukur
wasit yang bertubuh
tinggi dan berambut
hitam pekat itu
bisa mengobati cedera
di kaki Farah
dengan sekatan.
“Kak, makasih ya
udah mau nolongin
saya” ucap Farah
dengan lembut kepada
wasit yang menolong
ia di tempat
istrahat yang cukup
ramai setelah pertandingan
usai.
“Oh kamu, iya
sama-sama. Ehhh, ga
usah panggil saya
kakak. Panggil saja
nama, toh saya
masih kelas sepuluh.
Nama saya Ari
Setia, biasa di
panggil Ari, salam
kenal ya, nama
kamu siapa?” balas
Ari secara santun
sambil mengulurkan tangan
kanannya kepada Farah
untuk berkenalan.
“Iya kak, ehh
iya Ri. Nama
saya Farah Rahadia”
ucap Farah malu
sambil berjabat tangan
dengan Ari.
“Ahhh, jangan malu-malu
gitu deh. Nyantai
aja, ngomong-ngomong kamu
kelas berapa? ”
Tanya Ari.
“Masih kelas sembilan”
ucap Farah untuk
yang terakhir karena
Farah sudah dipanggil
Pak Yana-pelatih basket
untuk berkumpul di
lapangan.
Sementara Farah
berdiri agak sulit,
Ari memasukan secuir
kertas yang dilipat
rapih ke dalam
tas Farah yang
terletak di kolong
bangku. Kemuadian Ari
membantu Farah berdiri
dan melepaskan Farah
pergi tanpa sepatah
katapun.
***
Sesampainya di rumah,
dengan sigap Farah
membereskan pernak-pernik bekas
pertandingan tadi. Mulai
dari mencuci sepatu
dan baju, sampai
tas pun ia
cuci bersih. Ketika
ia merendam tasnya,
terlihat ada sesuatu
yang cukup mencurigakan,
saat ditelusuri ternyata
itu adalah sebuah
kertas yang terlipat-lipat. Mungkin
bon bekas belanjaan,
maka dari itu
Farah hendak membuang
kertas itu. Namun
telihat gambar wajah
yang tintanya mulai
memudar. Farah membuka
lipatan kertas itu.
Dan ternyata itu
adalah kartu nama
Ari. Dengan terburu-buru
Farah berlari ke
kamar kakaknya mengambil
hairdryer untuk
mengeringkan kartu nama
tersebut. Setelah kering,
Farah membaca isi
dari kartu nama
tersebut. Meskipun sudah
sedikit memudar, Farah
masih bisa membaca
nomor telepon Ari
yang ada di
kartu nama berwarna
biru itu.
Satu jam berlalu,
Farah masih menatapi
dan membayangkan apa
yang hendak ia
lakukan pada kartu
nama Ari. Dan ia baru
ingat bahwa ia
masih mempunyai rendaman
cucian: sepatu basket,
baju basket, dan
tas yang ia
satukan dalam satu
ember.
Begitu ia
mengangkat baju basketnya,
terlihat aman-aman saja
begitu pula tasnya.
Namun saat ia mengangkat sepatu
basketnya, yang terjadi
adalah bagian terluar
sepatu itu mengelupas
seperti kulit ular
dan permukaannya menjadi
kasar. Uhhh, hanya
karena sebuah kartu
nama yang hampir
terbuang Farah telah
merusak sepatu basket
berwarna merah muda
yang sangat ia
suka.
Setelah Farah merapikan
barang-barangnya kembali, ia
mencoba menghubungi nomor
yang Ari berikan
kepadanya. Dan hasilnya,
terdengar suara Ari
berkata ‘halloooo’ dengan
panjang di telinganya.
“Halo Ri, ini
Farah. Kamu ya
yang masukin kartu
nama ke tas
gue?” Tanya Farah
penasaran.
“Ehh Farah, iya
iya lah. Kenapa
emang?”
“Tau ga Kak?
Ehh maap Ri,
tau ga Ri?
Gara-gara gue berusaha
ngeringin kartu nama lo yang
tadinya basah karena
kecuci dan hampir
gue buang, sepatu
basket gue jadi
rusak deh”
“Wah?! Masa? Maaf
deh kalo gitu,
tar gue ganti
deh sama sepatu
basket gue, moga-moga
aja cukup ya”
tawar Ari.
“Ihhh ga usah,
lagi pula bukan
karena ngeringin kartu
nama juga sih,,
hehe”
“Terus kenapa?”
“Ada aja, kepo
ihhh! Hahaha, dadahh”
tut tut
tut Farah menutup
pembicaraan itu dengan
tiba-tiba.
***
Lama kelamaan mereka
berdua semakin akrab,
Ari yang mengira
Farah adalah seorang
remaja putri yang
tomboy dikarenakan penampilan
Farah dengan rambut
pendeknya itu, ternyata
salah besar. Menurut
Ari Farah adalah
remaja putri yang
sangat rajin dan
sangat memperhatikan penampilan.
Dan satu rahasia
yang Ari tahu
adalah, motivasi Farah
menjadi seorang pemain
basket adalah untuk
menghitamkan kulit putihnya.
karena menurut Farah
kulit hitam itu
adalah kulit asli
orang Indonesia, tapi
bukan hitam pekat
maksudnya. Bisa dibilang
sawo matang. Maklum,
ayah Farah adalah
warga Negara Belanda,
makanya warna kulit
Farah putih. Sementara
Ari yang warna
kulitnya cukup hitam,
karena sudah delapan
tahun lamanya Ari
bersahabat dengan basket
sekaligus bersahabat dengan
sinar matahari berharap
bisa mengembalikan warna
kulitnya seperti dulu,
yaitu sawo mentah
alias putih. Itulah
sedikit yang Farah
tau tentang Ari.
Tio, yaitu sahabat
Farah yang memiliki
tinggi badan lebih
pendek dibandingkan Farah
dan memiliki muka
seperti anak kecil
alias baby face cukup
bingung dengan kelakuan
sahabat perempuannya itu,
yaitu Farah. Akhir-akhir
ini Farah sering
terlihat senyum-senyum sendiri,
terkadang menyanyi sendiri
tanpa nada yang
padu. Tapi, setiap
kali Tio bertanya
mengapa,Farah selalu menjawab
‘tidak apa-apa, aku
ga sakit ko
Yo’. Karena penasaran,
saat jam istirahat
Tio pun menanyakan
lagi apa yang
sebenarnya sedang terjadi
kepada Farah yang
penyakit ‘gila’nya mulai
kumat.
“Heehhh, kenapa sihh?”
Tanya Tio sambil
mendekati Farah yang
sedang memakai headphone di
telinganya.
“Apa yoooo? Ulangi
lagi dong, tadi
ga kedengeran” ucap
Farah sambil melepaskan
headphone dari
telinganya dan mengedip-ngedipkan matanya,
maksudnya untuk merayu
Tio agar Tio
mau mengulangi perkataannya
tadi.
“Farah Rahadia sahabatku,
dengar baik-baik yaaa!
Belakangan ini kelalukuan
lo itu kaya
orang kesurupan. Gue
tanya berkali-kali malah
lo jawab ‘gue
ga sakit ko’
dan alesan lainnya.
Kenapa sih lo?
Jangan-jangan sobat gue
yang satu ini
udah terperangkap di jurang cinta
ya? Ahahaha, ngaku
aja deh lo
Farrr. Gue tuh
udah deket sama
lo, susah buat
nyumputin rahasia ke
gue maaaa”
“Oke oke, aye
ngartos. Yaaa, ga
juga dibilang cinta
kali Yo. Tapi,
dengerin dulu deh
cerita gue … ” bisik
Farah, lalu menceritakan
apa yang sebenarnya
terjadi kepada dirinya,
dimuali dari ia
terjatuh saat bermain
basket sampai apa
yang terjadi detik
ini.
“Lo tuh suka
sama Ari, ehhhh
ups keceplosan” dengan
suara keras Tio
mengucapkan itu dengan
begitu jelasnya di
depan muka Farah.
“Engga ah, sekalipun
gue suka sama
Ari. Gue ga
mau pacaran dulu.
Titik, itu janji
gue sama lo
yaaa” teriak Farah
di dalam kelas.
Serentak anak-anak yang berada di
kelas menoleh ke
arah Farah. Saat
Farah sudah menyadari
apa yang terjadi,
dengan cepat ia
memberikan alasan kepada
teman-temannya ‘nggaa ko
buka apa-apa, cuma
masalah film aja
ko hehehe maaf
ya’.
“Yoo tau ga? Gue malu
bangetttttt!” bisik Farah
ke telinga Tio.
“Tuh kan, gara-gara
Ari lo tuh
bisa jadi gila dan ga
biasanya juga lo
malu. Euh dasar”
ucap Tio sambil
memukul pundak sahabatnya
itu.
***
Dari semalam Farah
dan Ari saling
balas membalas pesan
singkat hingga pada
akhirnya Farah lah
yang tumbang duluan.
Dan saat Farah
terbangun, ada lima
pesan singkat dari
Ari yang semua
isinya sama ‘Far, tau
ga? Sebenernya gue
tuh ada rasa
sama lo. Gatau
kenapa, tapi lo
jangan marah ya,
gue ga minta
lo agar kita
menjalin hubugan tapi
gue hanya ingin
ngasih tau ke
lo isi hati
gue yang sebenernya
udah gue pendem
lama banget. Sebenernya
waktu dulu kita
itu satu SMP,
gue selalu merhatiin
lo kalo lo
lagi main basket,
gue emang ga
aktif main basket
di sekolah karena
itu mungkin lo ga pernah
ngeliat gue kalo
lagi di sekolah.
Awal gue liat
lo itu waktu
lo masih kelas
tujuh, waktu dulu rambut
lo panjang ya?
Nah, ketika gue
liat lo main
basket kemarin gue
sempet kaget ngeliat
rambut lo pendek.
Yaa tapi itu
ga jadi masalah
sih, hehehehe. Cukup
sekian dari gue
ya Far, mimpi
indah ya.’
Rasa? Rasa apa? Hanya itu
yang ada di
benak Farah. Karena
Farah memang agak
kurang gesit meresapi
kalimat seperti itu,
Farah pun menceritakan
apa yang sedang
terjadi kepada Tio
lewat telepon. Setelah
Tio berjuang untuk
memberikan penjelasan kepada
Farah, akhirnya Farah
menyadari makna dari
kata ‘rasa’ itu.
Sesuai janjinya kepada
Tio, Farah tidak
akan berpacaran dulu.
Dan syukurnya Ari
tidak meminta hal
itu. Tapi mau
gimana juga yang
namanya rasa cinta
itu pasti ada
rasa ingin memiliki
meskipun hanya sedikit.
Makanya Farah akan
memberi jawaban untuk
pertanyaan itu tanpa
harus Ari tanya
dulu.
***
Seharusnya
pukul 13.00 Farah
sudah berada di
rumah, tapi hari
ini dia harus
berjuang selangkah lagi
menjadi sang juara.
Ya, Farah akan
bertanding barket lagi,
hari ini adalah
final. Dan Farah
berharap semoga yang
menjadi wasit bukan
Ari, karena apa?
Farah tidak akan
bisa konsentrasi di
lapangan jika ada
Ari disitu. Jika
Farah melihat Ari
pasti penyakit ‘gila’nya
kumat lagi.
Dengan sepatu longgar
milik Ari berwarna
biru gelap Farah
melakukan slam dunk yang
sangat memukau. Tapi
sayang, sepatu itu
mematikan gayanya. Saat
Farah melompat untuk
memasukan bola ke
ring basket satu kali lagi, sebelah
dari sepasang sepatu
yang ia pakai
lepas. Tapi, ga
apa-apa deh, syukur
hanya penonton yang
melihat kejadian itu. Bukan Ari.
Farah memang maksa
meminjam sepatu Ari,
dikarenakan sepatu basketnya
yang rusak. Pertandingan
berakhir dengan perolehan
nilai 32-25. Nilai
terbesar diraih oleh
tim Farah bersama
rekan-rekan remaja putri
seperjuangannya. Saat Pak
Kumis alias Pak Yana memberikan
selamat kepada Farah,
disampingnya berdiri dengan
tegap seseorang bertubuh
tinggi. Siapa lagi?
Itu adalah Ari,
ternyata Ari menyaksikan
pertandingan itu secara
sembunyi-sembunyi tanpa Farah ketahui.
Setelah bersalaman dengan
Pak Yudi, Farah
bergegas meninggalkan tempat
itu tanpa mengharapkan
memegang piala bersama
milik timnya. Namun
saat Farah meninggalkan
lapangan ada tangan
yang mencegahnya. Tangan
itu adalah tangan
Ari. Ya, tangan Ari.
“Hehhh, ngapain kabur?
Ngapain juga tadi
sepatu gue dibuang-buang?” Tanya
Ari kepada Farah.
“Ihhhhh, udah deh
Itu bukan dibuang,
tapi jatoh. Malu
tau!” tukas Farah
dengan kasar yang
pipinya mulai memerah.
“Yaudah dehh, kalo
ngambek balikin dong
sepatunya!” pinta Ari
sambil mengulurkan tangannya.
“Ihhhhh gue ga
ngambek sama lo.
Tadi kan gue
udah bilang kalo
gue tu malu
sama lo” tutur
Farah dengan nada
yang lembut karena
tidak mau sepatu
yang sedang ia
pakai diambil oleh
Ari.
“Euhh kamu ini,
yaudah kasih respon
dong untuk sms
gue yang malem”
pinta Ari sambil
merapikan tataan rambut
dan pakaiannya.
Ternyata memang benar feeling Farah, bersyukur dia sudah
memiliki ancang-ancang terlebih dahulu untuk membekikan respon “Ohhh,
yang kemarin. Ga
ah. Kenapa engga?
Karena gue belum
mau pacaran, umur
gue belum cukup.
Dannn, gue itu
udah anggap lo
kakak gue, gue udah anggap
lo sahabat gue.
Sahabat emang bisa
jadi pacar, tapi
setelah itu apa
bisa jadi sahabat
lagi? Cinta itu
ga harus memiliki
Ri. Gue akui, sepertinya gue
emang suka sama
lo. Lo ngebuat
hidup gue jadi
unik, jadi berbeda
dari biasanya. Thanks
ya, you make
me change Ri”
Setelah Farah
selesai berbicara panjang
lebar di depan
Ari. Dengan sigap
Ari menggendong Farah
sambil tertawa bahagia
dan membawa Farah
ke tengah lapang
untuk berfoto bersama
regu basket SMP
Negeri 115−sekolah Farah.
Tapi sayangnya saat
Ari masih menggendong
Farah kamera sudah
terlanjur mengambil gambar.
Tapi itu bukan
masalah. Setelah foto
itu dicetak, Farah
langsung membingkai foto
itu dengan bingkai
warna biru yang
bertuliskan ‘this is
my experience with
you’.
Tamat.
By : Dita Puspitasari
@ditaeyang